Sidang praperadilan Delpedro yang melibatkan Delpedro Marhaen, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, menjadi sorotan publik pada Oktober 2025. Kasus ini bermula dari penetapan Delpedro sebagai tersangka dalam dugaan penghasutan terkait aksi demonstrasi pada Agustus 2025. Sidang ini tidak hanya menguji keabsahan proses hukum, tetapi juga menyoroti dinamika antara aparat penegak hukum dan aktivis dalam KOMPAS menyuarakan pendapat.
Latar Belakang Kasus
Pada akhir Agustus 2025, Delpedro Marhaen bersama beberapa aktivis lainnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Mereka diduga terlibat dalam penghasutan yang menyebabkan kericuhan dalam aksi demonstrasi. Delpedro didakwa dengan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 45A ayat 3 juncto Pasal 28 ayat 3 UU ITE, dan Pasal 76H jo Pasal 15 jo Pasal 87 UU Perlindungan Anak.
Tujuan Sidang Praperadilan

Sidang praperadilan bertujuan untuk menguji keabsahan penetapan tersangka dan proses hukum yang dijalani oleh pemohon. Dalam hal ini, Delpedro dan kuasa hukumnya berupaya membatalkan status tersangka yang ditetapkan oleh penyidik. Sidang ini menjadi penting karena menyangkut hak asasi manusia dalam menyampaikan pendapat dan kebebasan berorganisasi.
Argumen Kuasa Hukum Delpedro
Tim kuasa hukum Delpedro menyampaikan bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya tidak sah menurut hukum. Mereka menilai bahwa proses penyidikan tidak memenuhi ketentuan dalam KUHAP, khususnya terkait dengan dua alat bukti yang sah. Selain itu, mereka juga menyoroti pelanggaran terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang mengatur tentang diskresi polisi dalam penegakan hukum.
Tanggapan Pihak Kepolisian
Pihak Polda Metro Jaya membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Delpedro telah dilakukan secara profesional dan proporsional. Mereka mengklaim bahwa tindakan penyidik didasarkan pada pertimbangan objektif demi kepentingan hukum dan umum. Polda juga menegaskan bahwa proses penyidikan telah memenuhi syarat formil dan materil sesuai dengan KUHAP.
Dinamika di Ruang Sidang
Sidang praperadilan ini menarik perhatian publik, dengan hadirnya berbagai elemen masyarakat yang memberikan dukungan kepada Delpedro dan aktivis lainnya. Namun, suasana sidang juga diwarnai dengan ketidakhadiran pihak kepolisian secara langsung, yang hanya diwakili oleh kuasa hukum. Hal ini menuai kritik dari kuasa hukum Delpedro yang menilai bahwa sikap tersebut menunjukkan kurangnya itikad baik dari aparat penegak hukum.
Implikasi Hukum dan Sosial

Kasus ini memiliki dampak signifikan terhadap pemahaman masyarakat mengenai proses hukum dan hak asasi manusia. Jika majelis hakim memutuskan untuk membatalkan penetapan tersangka, hal ini dapat menjadi preseden penting dalam penegakan hukum yang berkeadilan. Sebaliknya, jika keputusan hakim mendukung penetapan tersangka, maka akan muncul pertanyaan mengenai batasan kebebasan berekspresi dan hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum.
Harapan Masyarakat
Publik berharap agar proses persidangan berjalan transparan dan objektif, dengan mempertimbangkan semua aspek hukum dan hak asasi manusia. Keputusan yang adil diharapkan dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia. Selain itu, diharapkan pula agar kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak dalam menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan terhadap kebebasan sipil.
Kesimpulan
Sidang praperadilan Delpedro Marhaen bukan hanya sekadar proses hukum biasa, tetapi juga cerminan dari dinamika sosial dan politik di Indonesia. Kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Semoga proses hukum ini dapat berjalan dengan adil dan menghasilkan keputusan yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak.
Temukan Informasi Lengkapnya Tentang: News
Baca Juga Artikel Ini: Bencana Banjir di Bali: Dampak dan Upaya Menghadapi
